Skip to main content

#1 Pintu



Menit kelima, begitu kata jam tanganku. Aku hanya bisa memandangi pintu di depanku ini. Tidak menyentuhnya, atau bahkan mengetuknya.

Menit kedelapan dan aku masih mematung memandangi pintu yang masih sama. Pintu yang masih sama, delapan tahun dan tidak berubah. Cokelat yang sama, bentuk yang sama, gagang pintu yang sama. Masih pantaskah aku mengetuknya?

Menit kesepuluh dan aku masih tetap belum beranjak. Pintu yang sama, di rumah yang sama. Rumah paling ujung dari jalanan ini, rumah dengan nomor 112. Tanganku mulai bergerak hendak mengetuk. Tapi sesuatu menahanku, gengsi.

Menit kelimabelas, kakiku mulai pegal berdiri tegang di depan sebuah pintu. Otakku mulai lelah memutar memory masa kecilku di dalam rumah itu. Apakah perabotnya masih sama? Apakah ruang-ruangnya masih sama? Apakah semuanya masih sama?

Menit keduapuluh, aku merindukan rumah ini. Keputusanku untuk lari dari rumah ini delapan tahun yang lalu mulai aku sesali. Seberapa jauh aku pergi, seberapa indah tempat yang kukunjungi, hanya tempat di balik pintu inilah yang bisa aku sebut rumah.

Menit keduapuluhtujuh. Aku masih di depan pintu yang sama.
"Ayo masuk. Kenapa tidak mengetuk? Di dalam ada Bapak kok," sapa sebuah suara dari belakangku. Aku membeku, masih di depan pintu.

Entah kenapa air mataku lalu turun mendengar kalimat itu. Suara itu, aku kenal suara itu. Suara ibu. Aku rindu Ibu dan Bapak. Delapan tahun, Pak, Bu. Aku mengusap air mataku, menyiapkan diri melihat ibu yang delapan tahun aku tinggalkan. Aku berbalik dan mendapati ibu yang tersenyum ramah sambil membawa tas belanjaan, pulang dari pasar.

"Ibu, aku pulang."


Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone

Comments

Popular posts from this blog

Taare Zameen Par

Yak seperti janji aku dalam post sebelum ini, aku sekarang mau cerita soal salah satu film India yang baru aja kemarin aku tonton. Berawal dari beberapa bulan yang lalu ada temanku yang ngomongin di linimasa Twitter soal film India bagus banget tentang anak disleksia, aku jadi penasaran sama film ini. Fyi, aku emang tertarik banget sama disleksia. Dan akhirnya beberapa waktu yang lalu aku dapat film ini dari salah satu teman kampusku yang namanya Istina. Kemarin aku nonton film ini sama adek. Nganggur banget dan bingung mau ngapain akhirnya aku ngajakin adek nonton film ini. Mau ngajakin nonton film lain tapi takutnya ada adegan aneh-aneh hahaha :)) Film ini bercerita tentang seorang anak yang bernama Ishaan, seorang anak kecil berumur 8-9 tahun yang mengalami kesulitan belajar. Orangtuanya yang berharap Ishaan dapat secemerlang kakaknya mulai jengah dengan kelakuan Ishaan yang dinilai bandel, malas dan tidak disiplin namun sangat suka melukis. Ishaan pun dikirim ke sekolah asrama ...

Sweet Escape (details)

Hello! It's May already, huh? Yak, time flies faster than I think.. Seperti yang sudah dijanjikan, aku mau cerita soal perjalanan ke Bromo dan Madakaripura kemarin. Yak, terhitung dari Kamis sampai hari Minggu besok, kampus libur. Super-long-weekend! Dan aku nggak dapat tiket buat pulang ke Jogja. Selain nggak dapat tiket juga Sabtunya aku terpaksa ada kerjaan di Tuban. Itulah yang melatarbelakangi keberangkatanku ke Bromo secara pribadi. Oh iya, ini perjalanan pertamaku bareng anak-anak Palapsi , pecinta alamya Fakultas. Rabu, 16 Mei 2012. Setelah seharian sumpek menyelesaikan laporan sampai nggak sengaja skip kuliah dan baru pulang ke kosan pas Maghrib. Aku menyempatkan diri sekitar 1 jam buat tidur. Nge- charge badan buat perjalanan ke Bromo. Jam 21.00 aku dijemput menuju kampus sambil menunggu anak-anak yang belum datang. Dan wow! Amazing !  Jumlah total anak yang berangkat ada 24, dengan 12 motor. Sekitar jam 11 malam kami pun berangkat. Perjalanan berangkat ya...

Nggerus

Nggerus adalah perasaan ketika sesuatu yang kita pengen ternyata malah jadi milik orang lain . Juga ketika kita merasa hati kita udah berkeping-keping tapi nggak ada yang bisa kita lakukan untuk membuatnya utuh kembali . Dan yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu . Menunggu sampai waktu bisa menyembuhkan, menunggu hingga ada seseorang yang bersedia memungut kembali kepingan hati kita lalu menyatukannya .