Surabaya, 16 Januari 2012
Hey, kamu laki-laki asing.
Tahu kenapa aku menulis surat untukmu? Tiba-tiba aku ingat, di awal tahun yang lalu kita bertemu dan aku mempunyai janji padamu yang belum aku tepati.
Senja yang indah itu tiba-tiba semesta mempertemukan kita. Kamu mulai membuka mulut untuk bicara setelah melihat sebuah kamera yang menyembul keluar dari tasku. Kita larut dalam pembicaraan yang seru sekali di salah satu sudut restoran cepat saji itu kemudian. Tanpa menyadari bahwa kita baru saja bertemu untuk pertama kalinya. Tanpa meyadari bahwa kita tidak saling mengenal. Sayang obrolan kita waktu itu terputus karena ada telepon yang masuk di ponselku, memaksaku untuk pergi. Akhirnya aku harus pamit pergi padamu. Aku sudah berada sepuluh langkah lebih darimu sampai pada akhirnya kamu mengejarku dan mengajakku berkenalan. Aku hanya tersenyum dan bilang, “Kenalannya kapan-kapan aja kalau ketemu lagi,”kemudian aku berlalu.
Setelah hari itu tanpa disangka beberapa hari kemudian kita bertemu kembali, di sebuah acara kampusku. Semesta nampaknya sedang bermain-main dengan kita. Kamu langsung menghampiriku dan menyapaku, “Mana kameranya? Acara kaya gini kok malah nggak bawa kamera?” Aku tersentak kaget dengan suaramu yang masih asing. Entah kenapa setelah mengetahui bahwa itu adalah suaramu, ada perasaan senang yang tiba-tiba muncul. Hari itu kita kembali terjebak dalam obrolan seru lagi di salah satu stand makanan di acara tersebut. Dari mulai membicarakan hal umum sampai kita berdua yang malah asyik mengomentari orang-orang yang datang di acara itu. Kita berdua tampak seperti teman lama. Di hari itu kita berpisah lagi-lagi karena panggilan di ponselku. Aku menghilang di kerumunan orang dan tak menengokmu lagi. Aku tak menepati janjiku untuk mengenalkan diri padamu.
Kita tidak pernah bertemu lagi sampai pada suatu malam yang melelahkan di pertengahan tahun, waktu itu aku sedang mengunjungi sebuah coffee shop bersama teman-temanku. Aku melihatmu waktu itu, bersama seorang teman perempuanmu. Aku sebenarnya ingin menyapamu, tapi entah mengapa aku enggan menyapamu. Aku berkali-kali menengok ke arahmu, berharap kamu akan melihatku. Tapi sepertinya kamu sama sekali tidak menengok ke arahku. Bahkan hingga kamu dan teman perempuanmu pergi.
Semenjak hari itu, hingga hari ini, di tahun yang sudah berganti, kita tidak pernah lagi bertemu. Ada sedikit rasa sesal yang selalu saja aku repress, kenapa waktu itu aku tidak menyapamu? Mungkin aku takut akan kecewa mengetahui bahwa perempuan itu adalah perempuanmu.
Tapi sudahlah, untuk itu aku menulis surat ini. Namaku, F. Semoga kamu membacanya.
Hmm, Siapa namamu?
F.
Comments
Post a Comment
Silahkan komen :)