Waktu telah menunjukkan lewat dari jam 11 malam. Jalanan kota ini yang mulai lengang. Gerimis musim kemarau tak juga reda sedari sore. Ditambah kegundahan yang membolongi perasaanku. Kota ini menjadi begitu asing, begitu dingin. Seasing ketika pertama kali aku menginjakkan kaki di Liverpool, Brussels, tanah Papua, bahkan Salzburg. Sedingin musim dingin pertamaku di Rusia.
Aku masih berada di balik kemudi sebuah sedan tua. Aku tak tahu harus kemana, nowhere to go and no one to call. Pulang? Pulang kemana? Rumah? Apakah masih pantas, sepetak ruangan di bangunan berlantai 12 itu aku sebut rumah? Rumah dalam arti tempat untuk tidur mungkin, bukan rumah yang aku cari.
Aku masih berputar-putar di jalan yang sama. Entah sudah kali keberapa aku melewati ruas jalan ini. Jalan dengan lampu kota berwarna oranye. Warna yang hangat. Berharap pendar oranye lampu-lampu jalanan itu mampu menghangatkan dinginnya malam ini, seperti halnya pendar oranye ketika matahari mulai menuju peraduan.
Aku merasa dekat dengan segala hal yang berhubungan dengan oranye; senja dan lampu kota.
***
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
Aku masih berada di balik kemudi sebuah sedan tua. Aku tak tahu harus kemana, nowhere to go and no one to call. Pulang? Pulang kemana? Rumah? Apakah masih pantas, sepetak ruangan di bangunan berlantai 12 itu aku sebut rumah? Rumah dalam arti tempat untuk tidur mungkin, bukan rumah yang aku cari.
Aku masih berputar-putar di jalan yang sama. Entah sudah kali keberapa aku melewati ruas jalan ini. Jalan dengan lampu kota berwarna oranye. Warna yang hangat. Berharap pendar oranye lampu-lampu jalanan itu mampu menghangatkan dinginnya malam ini, seperti halnya pendar oranye ketika matahari mulai menuju peraduan.
Aku merasa dekat dengan segala hal yang berhubungan dengan oranye; senja dan lampu kota.
***
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
Comments
Post a Comment
Silahkan komen :)