From: Dion
"Besok aku ke Surabaya."
Itu pesan singkatmu minggu lalu yang langsung menciptakan badai bagiku. Aku ingin lari darimu. Atau sebaiknya kamu tak perlu lagi menemuiku. Atau lebih baik kalau dahulu kita tidak pernah bertemu. Tidak pernah saling mengenal.
Aku takut. Aku selalu bisa luluh dengan tatapanmu. Aku tak pernah bisa melepaskan diri dari genggaman tanganmu. Aku selalu merasa nyaman berada dalam pelukanmu. Dan logikaku selalu berjalan di belakang perasaanku.
***
Pertemuan kita hari itu terjadi begitu singkat. Satu hari. Ketika matahari terbenam, kamu harus segera kembali. Perempuanmu telah menanti. Siap untuk kamu nikahi.
Maka sore itu aku mengantarmu ke Stasiun. Ketakutanmu dengan pesawat membuatmu lebih memilih jalur darat dibanding udara. Dan mungkin kamu juga ingin mengenang pertemuan kita yang pertama dahulu. Di kereta Jakarta-Surabaya, 2007.
Menit-menit menuju perpisahan dan tanganmu semakin erat menggenggam tanganku. Kali ini kita akan saling mengucap selamat tinggal, bukan lagi sampai jumpa seperti yang sudah-sudah.
Keretamu tiba, kamu memelukku. Pelukan selamat tinggal. Pelukan yang akan aku rindukan di hari-hari depan. Tepat saat kamu melepaskannya, kamu mengucap selamat tinggal. Sebagai perpisahan.
Aku tak akan lagi menjadi bayang-bayang perempuanmu, ataupun sebaliknya.
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
"Besok aku ke Surabaya."
Itu pesan singkatmu minggu lalu yang langsung menciptakan badai bagiku. Aku ingin lari darimu. Atau sebaiknya kamu tak perlu lagi menemuiku. Atau lebih baik kalau dahulu kita tidak pernah bertemu. Tidak pernah saling mengenal.
Aku takut. Aku selalu bisa luluh dengan tatapanmu. Aku tak pernah bisa melepaskan diri dari genggaman tanganmu. Aku selalu merasa nyaman berada dalam pelukanmu. Dan logikaku selalu berjalan di belakang perasaanku.
***
Pertemuan kita hari itu terjadi begitu singkat. Satu hari. Ketika matahari terbenam, kamu harus segera kembali. Perempuanmu telah menanti. Siap untuk kamu nikahi.
Maka sore itu aku mengantarmu ke Stasiun. Ketakutanmu dengan pesawat membuatmu lebih memilih jalur darat dibanding udara. Dan mungkin kamu juga ingin mengenang pertemuan kita yang pertama dahulu. Di kereta Jakarta-Surabaya, 2007.
Menit-menit menuju perpisahan dan tanganmu semakin erat menggenggam tanganku. Kali ini kita akan saling mengucap selamat tinggal, bukan lagi sampai jumpa seperti yang sudah-sudah.
Keretamu tiba, kamu memelukku. Pelukan selamat tinggal. Pelukan yang akan aku rindukan di hari-hari depan. Tepat saat kamu melepaskannya, kamu mengucap selamat tinggal. Sebagai perpisahan.
Aku tak akan lagi menjadi bayang-bayang perempuanmu, ataupun sebaliknya.
Sent from my AXIS Worry Free BlackBerry® smartphone
Comments
Post a Comment
Silahkan komen :)