Hari ini aku tiba-tiba merasa kesepian, aku mengendarai mobilku keliling ke setiap sudut kota yang pernah kita lewati bersama. Dan.. Entah kenapa sesuatu membawaku kembali ke tempat ini. Tempat dimana kita pertama kali bertemu lalu menjadi begitu dekat, sebuah coffee shop dua puluh empat jam di sudut kota ini. Aku pun duduk di meja yang biasa kita tempati. Meja di sudut lantai dua yang terbuka, dimana kita dapat melihat jalanan dari atas.
Seperti biasa aku hanya memesan segelas cokelat panas. Aku menangkupkan kedua tanganku di sisi-sisi cangkir itu. Membiarkan panasnya menyerap di tanganku. Waktu menunjukkan hampir pukul 9 malam, pantas jalanan mulai lengang, toko-toko mulai sepi dan pelayan-pelayan toko mulai tampak sibuk mematikan lampu dan menutup toko mereka.
Dahulu, di saat-saat seperti ini ketika kamu ada di hadapanku, kita akan membahas hal-hal tak penting dari orang-orang yang lewat di jalanan. Akan banyak sekali komentar-komentar usil nyeplos dari mulut kita. Lalu kita akan asyik tertawa dan berbincang keras-keras tanpa peduli dengan orang-orang di sekitar kita. Yang kadang kesal, atau mungkin mereka iri? Entahlah. Yang jelas kita seringkali menghabiskan malam di sini hanya untuk mengobrol; tentangmu, tentangku, tentang kehidupan kita masing-masing, tentang orang-orang yang nggak kita kenal. Meski tak jarang kita berdua terpaksa saling berhadapan namun sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Sudah berapa lama kita tidak pergi ke tempat ini? Sudah berapa lama kita tidak pergi bersama? Sudah berapa lama kita tidak berjumpa?
Kadang aku benci kenyataan bahwa jarak geografis yang terbentang di antara kita begitu jauh. Bahkan aku membenci keputusanmu untuk pergi dari kota kecil ini. Dan aku lebih benci lagi mengingat kenyataan bahwa aku di sini memikirkan kamu sedangkan mungkin di sana kamu sedang bersama teman-teman barumu, atau mungkin di sana kamu sudah menemukan tong sampah barumu? Aku nggak tau.
Kota ini tanpamu mungkin tak berubah, tapi hari-hariku tanpa kehadiranmu benar-benar sepi.
Seperti biasa aku hanya memesan segelas cokelat panas. Aku menangkupkan kedua tanganku di sisi-sisi cangkir itu. Membiarkan panasnya menyerap di tanganku. Waktu menunjukkan hampir pukul 9 malam, pantas jalanan mulai lengang, toko-toko mulai sepi dan pelayan-pelayan toko mulai tampak sibuk mematikan lampu dan menutup toko mereka.
Dahulu, di saat-saat seperti ini ketika kamu ada di hadapanku, kita akan membahas hal-hal tak penting dari orang-orang yang lewat di jalanan. Akan banyak sekali komentar-komentar usil nyeplos dari mulut kita. Lalu kita akan asyik tertawa dan berbincang keras-keras tanpa peduli dengan orang-orang di sekitar kita. Yang kadang kesal, atau mungkin mereka iri? Entahlah. Yang jelas kita seringkali menghabiskan malam di sini hanya untuk mengobrol; tentangmu, tentangku, tentang kehidupan kita masing-masing, tentang orang-orang yang nggak kita kenal. Meski tak jarang kita berdua terpaksa saling berhadapan namun sibuk dengan pekerjaan masing-masing.
Sudah berapa lama kita tidak pergi ke tempat ini? Sudah berapa lama kita tidak pergi bersama? Sudah berapa lama kita tidak berjumpa?
Kadang aku benci kenyataan bahwa jarak geografis yang terbentang di antara kita begitu jauh. Bahkan aku membenci keputusanmu untuk pergi dari kota kecil ini. Dan aku lebih benci lagi mengingat kenyataan bahwa aku di sini memikirkan kamu sedangkan mungkin di sana kamu sedang bersama teman-teman barumu, atau mungkin di sana kamu sudah menemukan tong sampah barumu? Aku nggak tau.
Kota ini tanpamu mungkin tak berubah, tapi hari-hariku tanpa kehadiranmu benar-benar sepi.
Comments
Post a Comment
Silahkan komen :)