Skip to main content

#5 Rumah



Kami mendapatkannya dari gundukan sampah di tempatku bekerja, surgaku. Dengan tekun kami mengumpulkannya ketika kami baru saja hijrah ke tempat itu. Ketika kami "resmi" bekerja di tempat itu.

Kami menyusunnya satu per satu dengan tekun. Menyulap lembaran-lembaran cokelat tebal itu menjadi tempat bernaung. Ada yang bekas televisi layar datar 42 inchi, ada yang bekas kulkas, ada yang bekas makanan. Kami kumpulkan yang masih layak.

Kami sengaja menyusunnya tepat di dekat tempat kami bekerja. Agar kami tak perlu repot-repot berjalan jauh untuk pergi bekerja. Maklum, kami tidak punya sepeda untuk pergi ke "kantor", apalagi motor atau mobil. Satu-satunya alat transportasi kami adalah sepasang kaki.

Di pagi hari, kami bangun ketika pagi masih muda. Membasuh muka di sumber air tedekat, kemudian bercengkerama dengan tetangga sejenak. Setelah matahari mulai menampakkan diri, kami pergi bekerja. Bermodal sebuah karung bekas dan sebatang besi yang ujungnya melengkung kami berangkat.

Di siang hari, atau ketika karung kami mulai penuh, kami turun lalu beristirahat sejenak. Aku dan adikku kebagian jatah tidur siang setelah makan seadanya. Oh iya, kami terbiasa merangkap makan pagi dan makan siang kami. Ayah dan Ibuku kembali bekerja selama aku dan adikku tidur.

Di sore hari, pengepul akan datang dan memberi kami uang penyambung hidup sementara ayah pergi mengayuh becak. Di malam hari, aku dan adikku akan bermain dengan anak-anak tetangga. Bermain petak umpet atau bermain dengan permainan yang kami temukan di kantor kami. Setelah lelah, kami akan pulang ke rumah kami masing-masing. Rumahku dan teman-temanku berjajar, hampir sama, berwarna cokelat.

Beruntung musim kemarau ini panjang, jadi kami tak perlu khawatir mencari tempat berlindung yang lain. Cukup di dalam kardus-kardus ini, bersama-sama, kami sudah merasa bahagia..

Comments

Popular posts from this blog

Nggerus

Nggerus adalah perasaan ketika sesuatu yang kita pengen ternyata malah jadi milik orang lain . Juga ketika kita merasa hati kita udah berkeping-keping tapi nggak ada yang bisa kita lakukan untuk membuatnya utuh kembali . Dan yang bisa kita lakukan hanyalah menunggu . Menunggu sampai waktu bisa menyembuhkan, menunggu hingga ada seseorang yang bersedia memungut kembali kepingan hati kita lalu menyatukannya .

Sweet Escape (details)

Hello! It's May already, huh? Yak, time flies faster than I think.. Seperti yang sudah dijanjikan, aku mau cerita soal perjalanan ke Bromo dan Madakaripura kemarin. Yak, terhitung dari Kamis sampai hari Minggu besok, kampus libur. Super-long-weekend! Dan aku nggak dapat tiket buat pulang ke Jogja. Selain nggak dapat tiket juga Sabtunya aku terpaksa ada kerjaan di Tuban. Itulah yang melatarbelakangi keberangkatanku ke Bromo secara pribadi. Oh iya, ini perjalanan pertamaku bareng anak-anak Palapsi , pecinta alamya Fakultas. Rabu, 16 Mei 2012. Setelah seharian sumpek menyelesaikan laporan sampai nggak sengaja skip kuliah dan baru pulang ke kosan pas Maghrib. Aku menyempatkan diri sekitar 1 jam buat tidur. Nge- charge badan buat perjalanan ke Bromo. Jam 21.00 aku dijemput menuju kampus sambil menunggu anak-anak yang belum datang. Dan wow! Amazing !  Jumlah total anak yang berangkat ada 24, dengan 12 motor. Sekitar jam 11 malam kami pun berangkat. Perjalanan berangkat ya

Taare Zameen Par

Yak seperti janji aku dalam post sebelum ini, aku sekarang mau cerita soal salah satu film India yang baru aja kemarin aku tonton. Berawal dari beberapa bulan yang lalu ada temanku yang ngomongin di linimasa Twitter soal film India bagus banget tentang anak disleksia, aku jadi penasaran sama film ini. Fyi, aku emang tertarik banget sama disleksia. Dan akhirnya beberapa waktu yang lalu aku dapat film ini dari salah satu teman kampusku yang namanya Istina. Kemarin aku nonton film ini sama adek. Nganggur banget dan bingung mau ngapain akhirnya aku ngajakin adek nonton film ini. Mau ngajakin nonton film lain tapi takutnya ada adegan aneh-aneh hahaha :)) Film ini bercerita tentang seorang anak yang bernama Ishaan, seorang anak kecil berumur 8-9 tahun yang mengalami kesulitan belajar. Orangtuanya yang berharap Ishaan dapat secemerlang kakaknya mulai jengah dengan kelakuan Ishaan yang dinilai bandel, malas dan tidak disiplin namun sangat suka melukis. Ishaan pun dikirim ke sekolah asrama