Another winter day has come
And gone away
In either Paris or Rome
And I wanna go home
Let me go home
Home - Michael Buble
Tempat untuk pulang setelah lelah. Tempat menyandarkan diri dan melupakan sejenak masalah-masalah yang selalu mengejar. Maka pulang selalu menghadirkan rasa membuncah yang tak habis-habis. Dan jika rumah adalah hati, maka tak pernah ada kepastian sampai kapan rumah itu ada. Sampai kapan rumah itu bisa ditempati. Sampai kapan pintu itu akan terus terbuka. Mungkin ketidakpastian yang membuat rasa membuncah itu ada. Melampiaskan apa yang bisa dilampiaskan sekarang, tanpa perlu mencemaskan esok. Tanpa perlu berpikir bahwa esok tak ada lagi tempat berteduh, karena esok hanya ada bagi orang-orang yang penakut. Buat apa kita mencemaskan esok, toh kita punya hari ini. Setidaknya itu tertulis di salah satu buku yang pernah aku baca.
Kamu pun pernah berkata hal serupa. Bahwa untuk apa kita mencemaskan apa yang akan terjadi esok? Esok hanyalah manifestasi apa yang telah kita lakukan. Maka apa yang kita lakukan sekarang akan menjadi masa lalu bukan? Karena itu kita harus melakukan apa yang terbaik bisa kita lakukan sekarang. Hari ini. Waktu itu aku merasa apa yang kamu katakan terlalu muluk. Kamu kebanyakan denial akan apa yang terjadi esok. Aku pikir kamu adalah orang yang sok. Sok tak takut dengan esok. Katamu, kamu hanya takut akan satu hal. Aku. Aku yang tak mau lagi pulang ke hatimu, karena tak ada lagi orang yang membuat kegaduhan akan hal-hal tak penting lagi di sana. Karena kamu takut hatimu akan terlalu sepi.
Tetapi seperti yang selalu aku bilang, hati hanya bisa ditempati oleh satu orang. Ketika kamu memasukkan orang lain ke hatimu, maka aku yang akan mengalah. Mungkin satu orang terlalu sepi untukmu, tetapi dua sungguh terlalu gaduh buatku.
Tengah malam 23 September 2013
F.
Comments
Post a Comment
Silahkan komen :)